Koperasi dalam Perspektif Ekonomi Islam

 

Sumber : kumparan.com, oleh : Sabila Azmi Syahira 

Bossindonesia.com,-Koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan (Wikipedia). Koperasi pada awalnya berasal dari negara barat, namun sekarang telah berkembang di negara-negara yang mayoritas pendudukanya adalah muslim. 

Koperasi dalam perspektif ekonomi islam dinamakan dengan koperasi syariah. Koperasi Syariah merupakan sebuah koperasi melalui pendekatan yang sesuai dengan syariat Islam dan dari teladan dalam ekonomi yang dilakukan Rasulullah dan para sahabat. Azas usaha Koperasi Syariah berdasarkan konsep gotong royong dan tidak dimonopoli, dengan keuntungan yang diperoleh harus dibagi secara rata dan proporsional.

Dalam Islam, koperasi masuk kedalam golongan syirkah. Dalam hal ini adalah wadah  kerjasama, kemitraan dan kebersamaan usaha yang baik dan halal. Allah berfirman, “Dan bekerjasamalah dalam kebaikaan dan ketakwaan, dan janganlah saling bekerjasama dalam dosa dan permusuhan” (Al-Maidah:2). Bahkan Nabi SAW bersabda dalam hadits qudsi, “Aku (Allah) merupakan pihak ketiga yang menyertai (untuk menolong dan memberkati) kemitraan antara dua pihak, selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak lainnya. Jika salah satu pihak telah melakukan pengkhianatan terhadap mitranya, maka Aku keluar dari kemitraan tersebut.” (Abu Daud dan Hakim).

Koperasi Syariah telah ada sejak abad III Hijiryah di Timur Tengah dan Asia Tengah. Bahkan diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah ikut dalam suatu kemitraan usaha semacam koperasi, diantaranya dengan Sai bin Syarik di Madinah. 

Di Indonesia, koperasi berbasis nilai Islam pertama kali lahir dalam bentuk paguyuban usaha yang bernama Syarikat Dagang Islam (SDI), yang didirikan oleh H Samanhudi di Solo, Jawa Tengah. Anggota SDI adalah para pedagang muslim, meskipun SDI dalam perkembangannya berubah menjadi Syarikat Islam yang bernuansa gerakan politik. 

Koperasi Syariah mulai berkembang ketika banyak orang menyikapi ramainya Baitul Maal Wattamwil (BMT) di Indonesia. BMT yang pertama kali dikenal di Indonesia adalah BMT Bina Insan Kamil pada tahun 1992 di Jakarta. Dan ternyata BMT ini mampu memberikan warna pada perokonomian masyarakat.

Keberlangsungan BMT bukan tanpa kendala, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa segala kegiatan dalam bentuk penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkan dalam bentuk kredit harus berbentuk Bank (pasal 28). Hal ini merupakan permasalahan bagi BMT pada masa itu. Untuk mengatasi permasalahan ini maka terbentuklah beberapa Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang memanyungi Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). LPSM tersebut antara lain : Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK) sebagai penggagas awal, Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK) dan FES Dompet Dhuafa Republika.

Basis kegiatan ekonomi kerakyatan merupakan falsafah dari BMT yakni dari anggota oleh anggota untuk anggota. Maka berdasarkan undang- undang RI Nomor 25 tahun 1992 tersebut berhak menggunakan badan hukum koperasi, dimana letak perbedaanya dengan koperasi konvensional (non- syariah) hanya terletak pada teknis operasionalnya saja, koperasi syariah mengharamkan bunga dengan mengusung etika moral dengan melih

Pada tahun 1994 berdiri sebuah Forum Komunikasi (FORKOM) BMT di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Forum komunikasi BMT Sejabodetabek tersebut sejak tahun 1995 dalam setiap pertemuan bulannya, berupaya menggagas sebuah payung hukum bagi anggotanya, maka tercetuslah ide pendirian BMT dengan badan hukum koperasi, kendati badan hukum koperasi untuk dikenakan masih sebatas menggunakan jenis badan hukum koperasi karyawan yayasan. 

Pada tahun 1998 dari hasil beberapa pertemuan forkum BMT yang anggotanya sudah berbadan hukum koperasinya sekunder yakni Koperasi Syariah di Indonesia (KOSINDO) pada tahun 1998, sebuah koperasi skunder dengan keputusan mentri koperasi, pengusaha kecil dan menengah Repubik Indonesia Nomor. 028/BH/M.I/XI/1998, yang diketuai DR, H. Ahmat Hatta, MA. Selain KOSINDO berdiri pula koperasi sekunder lainya seperti Induk Koperasi Syariah (INKOPSYAH) yang diprakasasi oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), dan Koperasi Forum Ekonomi Syariah Mitra Dompet Dhuafa (KOFESMID)yang didirkan oleh dompet dhuafa (Maulana 2012:23)

Prinsip atau nilai sebagai landasan dan dasar pengembangan ekonomi Islam terdiri dari 5 (lima) nilai universal, yaitu: tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintahan), dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi Islam, termasuk koperasi Syariah.

Lain halnya dengan koperasi konvensional, koperasi syariah merupakan koperasi yang berdasarkan pada prinsip syariah atau prinsip agama islam. Pada prinsip ini melarang adanya system bunga ( riba ) yang memberatkan nasabah, maka koperasi syariah berdiri berdasarkan kemitraan pada semua aktivitas atas dasar kesetaraan dan keadilan. 

Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan koperasi dalam islam. Sebagian ulama menganggap hukum koperasi adalah bathil sebab tidak ada unsur badan sebagai subjek hukum. Salah satunya adalah Taqiyyuddin al-Nabhani. Beliau menganggap koperasi hukumnya bathil dikarenakan dua alasan, pertama koperasi termasuk syirkah tetapi tidak memenuhi syarat syirkah, karena dalam koperasi tidak ada unsur badan, yaitu pengurus yang bertugas mengelola koperasi. Kedua, pembagian laba koperasi tidak sah karena berdasarkan jasa anggota, seharusnya berdasarkan harta (modal) atau kerja.

Sebagian juga menganggap boleh karena di dalam koperasi terdapat pembagian laba yang berdasarkan jasa, dalam hal ini berdasarkan kerja, sehingga tidak bertentangan dengan aturan syariat.

Sebagian ulama juga menganggap koperasi sebagai akad mudabarah, atau bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian di awal. Akad ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.

Jelas bahwa dalam koperasi tidak ada unsur kedzaliman dan pemerasan. Pengeloaannya terbuka dan keuntungan dibagi sama rata. Telah diketahui bahwa hukum Islam menganjurkan kepentingan masyarakat atau kesejahteraan bersama melalui prinsip ishtishlah atau al-maslahah. Ini berarti bahwa ekonomi islam harus mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Dari sini bisa disimpulkan bahwa mendirikan koperasi itu dibolehkan, selama koperasi tidak melakukan riba atau penghasilan haram. Karena pada dasarnya untuk tolong menolong dan demi kemashlahatan manusia. (AS)

Tidak ada komentar untuk "Koperasi dalam Perspektif Ekonomi Islam"